Selasa, 30 Juni 2015

Aqiqah

Definisi akikah

Akikah (bahasa Arab: عقيقة, transliterasi: Aqiqah) adalah pengurbanan hewan dalam syariat Islam, sebagai penggadaian (penebus) seorang bayi yang dilahirkan. Hukum akikah menurut pendapat yang paling kuat adalah sunah muakkadah, dan ini adalah pendapat jumhur ulama menurut hadits.

Kemudian ada ulama yang menjelaskan bahwa akikah sebagai penebus adalah artinya akikah itu akan menjadikan terlepasnya kekangan jin yang mengiringi semua bayi sejak lahir.
Aqiqah
Syariat 'akikah

 Imam Ahmad dan Tirmidzi meriwayatkan dari Ummu Karaz Al Ka’biyah bahwa ia bertanya kepada rasulullah tentang akikah. Dia bersabda, “Bagi anak laki-laki disembelihkan dua ekor kambing dan bagi anak perempuan disembelihkan satu ekor, dan tidak akan membahayakan kamu sekalian, apakah (sembelihan itu) jantan atau betina.”

Bisa disimpulkan bahwa jika seseorang berkemampuan untuk menyembelih 2 ekor kambing bagi 'Aqأqah anak laki-lakinya, maka sebaiknya ia melakukannya, namun jika tidak mampu maka 1 ekor kambing untuk 'Aqأqah anak laki-lakinya juga diperbolehkan dan mendapat pahala.

Kata akikah berasal dari bahasa arab. Secara etimologi, ia berarti 'memutus'. Dalam istilah, akikah berarti "menyembelih kambing pada hari ketujuh (dari kelahiran seorang bayi) sebagai ungkapan rasa syukur atas rahmat Allah swt berupa kelahiran seorang anak". Akikah merupakan salah satu hal yang disyariatkan dalam agama islam.

Dalil-dalil yang menyatakan hal ini, di antaranya, adalah hadits Rasulullah saw, "Setiap anak tertuntut dengan akikahnya'? Ada hadits lain yang menyatakan, "Anak laki-laki (akikahnya dengan 2 kambing) sedang anak perempuan (akikahnya) dengan 1 ekor kambing'? Status hukum akikah adalah sunnah. Hal tersebut sesuai dengan pandangan mayoritas ulama, seperti Imam Syafi'i, Imam Ahmad dan Imam Malik, dengan berdasarkan dalil di atas.

Para ulama itu tidak sependapat dengan yang mengatakan wajib, dengan menyatakan bahwa seandainya akikah wajib, maka kewajiban tersebut menjadi suatu hal yang sangat diketahui oleh agama, dan seandainya akikah wajib, maka rasulullah S.A.W juga pasti telah menerangkan akan kewajiban tersebut.

BANTAHAN TERHADAP ORANG YANG MENGINGKARI DAN MEMBID'AHKAN AQIQAH.

Ibnul Mundzir rahimahullah membantah mereka dengan mengatakan bahwa : “Orang-orang ‘Aqlaniyyun (orang-orang yang mengukur kebenaran dengan akalnya, saat ini seperti sekelompok orang yang menamakan sebagai kaum Islam Liberal, pen) mengingkari sunnahnya aqiqah, pendapat mereka ini jelas menyimpang jauh dari hadist-hadist yang tsabit (shahih) dari Rasulullah karena berdalih dengan hujjah yang lebih lemah dari sarang laba-laba.” [Sebagaimana dinukil oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam kitabnya “Tuhfatul Maudud” hal.20, dan Ibnu Hajar al-Asqalani dalam “Fathul Bari” (9/588)].

Beberapa ulama seperti Imam Hasan Al-Bashri, juga Imam Laits, berpendapat bahwa hukum akikah adalah wajib. Pendapat ini berdasarkan atas salah satu hadits di atas, "Kullu ghuli¢min murtahanun bi 'aqiqatihi'? (setiap anak tertuntut dengan akikahnya), mereka berpendapat bahwa hadits ini menunjukkan dalil wajibnya akikah dan menafsirkan hadits ini bahwa seorang anak tertahan syafaatnya bagi orang tuanya hingga ia diakikahi. Ada juga sebagian ulama yang mengingkari disyariatkannya (masyri»'iyyat) akikah, tetapi pendapat ini tidak berdasar sama sekali.

Dengan demikian, pendapat mayoritas ulama lebih utama untuk diterima karena dalil-dalilnya, bahwa akikah adalah sunnah. Bagi seorang ayah yang mampu hendaknya menghidupkan sunnah ini hingga ia mendapat pahala.

Dengan syariat ini, ia dapat berpartisipasi dalam menyebarkan rasa cinta di masyarakat dengan mengundang para tetangga dalam walimah akikah tersebut. Mengenai kapan akikah dilaksanakan, rasulullah S.A.W bersabda, "Seorang anak tertahan hingga ia diakikahi, (yaitu) yang disembelih pada hari ketujuh dari kelahirannya dan diberi nama pada waktu itu'?. Hadits ini menerangkan bahwa akikah mendapatkan kesunnahan jika disembelih pada hari ketujuh.

Sayyidah Aisyah ra dan Imam Ahmad berpendapat bahwa akikah bisa disembelih pada hari ketujuh, atau hari keempat belas ataupun hari keduapuluh satu. Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa sembelihan akikah pada hari ketujuh hanya sekedar sunnah, jika akikah disembelih pada hari keempat, atau kedelapan ataupun kesepuluh ataupun sesudahnya maka hal itu dibolehkan.

Menurut hemat penulis, jika seorang ayah mampu untuk menyembelih akikah pada hari ketujuh, maka sebaiknya ia menyembelihnya pada hari tersebut. Namun, jika ia tidak mampu pada hari tersebut, maka boleh baginya untuk menyembelihnya pada waktu kapan saja. 'Akikah anak laki-laki berbeda dengan akikah anak perempuan. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama, sesuai hadits yang telah kami sampaikan di atas. Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa akikah anak laki-laki sama dengan akikah anak perempuan, yaitu sama-sama 1 ekor kambing. Pendapat ini berdasarkan riwayat bahwa rasulullah S.A.W mengaqikahi Hasan dengan 1 ekor kambing, dan Husein (keduanya adalah cucu) dengan 1 ekor kambing.

Bisa disimpulkan bahwa jika seseorang berkemampuan untuk menyembelih 2 ekor kambing bagi akikah anak laki-lakinya, maka sebaiknya ia melakukannya, namun jika tidak mampu maka 1 ekor kambing untuk akikah anak laki-lakinya juga diperbolehkan dan mendapat pahala.

Mungkin akan timbul pertanyaan, mengapa agama Islam membedakan antara akikah anak laki-laki dan anak perempuan, maka jawabannya adalah bahwa seorang muslim, ia berserah diri sepenuhnya pada perintah Allah swt, meskipun ia tidak tahu hikmah akan perintah tersebut, karena akal manusia terbatas. Barangkali juga bisa diambil hikmahnya yaitu untuk memperlihatkan kelebihan seorang laki-laki dari segi kekuatan jasmani, juga dari segi kepemimpinannya (qawwamah) dalam suatu rumah tangga. Ada perbedaan lain antara akikah dengan Qurban, kalau daging Qurban dibagi-bagikan dalam keadaan mentah, sedangkan akikah dibagi-bagikan dalam keadaan matang.

Hikmah syariat akikah yakni dengan akikah, timbullah rasa kasih sayang di masyarakat karena mereka berkumpul dalam satu walimah sebagai tanda rasa syukur kepada Allah swt. bahwasanya akikah adalah menjalankan syiar Islam.

Hikmah Akikah

Akikah Menurut Syaikh Abdullah nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyatul Aulad Fil Islam sebagaimana dilansir di sebuah situs memiliki beberapa hikmah di antaranya:

1.Menghidupkan sunah Nabi Muhammad S.A.W dalam meneladani Nabiyyullah Ibrahim alaihissalam tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala menebus putra Ibrahim yang tercinta Ismail alaihissalam.

2.Dalam akikah ini mengandung unsur perlindungan dari syaitan yang dapat mengganggu anak yang terlahir itu, dan ini sesuai dengan makna hadis, yang artinya: “Setiap anak itu tergadai dengan akikahnya.” . Sehingga Anak yang telah ditunaikan akikahnya insya Allah lebih terlindung dari gangguan syaithan yang sering mengganggu anak-anak. Hal inilah yang dimaksud oleh Al-Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyah "bahwa lepasnya dia dari syaithan tergadai oleh akikahnya".

3.Akikah merupakan tebusan hutang anak untuk memberikan syafaat bagi kedua orang tuanya kelak pada hari perhitungan. Sebagaimana Imam Ahmad mengatakan: "Dia tergadai dari memberikan Syafaat bagi kedua orang tuanya (dengan akikahnya)".

4.Merupakan bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sekaligus sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang dianugerahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan lahirnya sang anak.

5.Akikah sebagai sarana menampakkan rasa gembira dalam melaksanakan syari'at Islam & bertambahnya keturunan mukmin yang akan memperbanyak umat Rasulullah SAW pada hari kiamat.

6.Akikah memperkuat ukhuwah (persaudaraan) di antara masyarakat.

Menurut Drs. Zaki Ahmad dalam bukunya "Kiat Membina Anak Sholeh" disebutkan manfaat-manfaat yang akan didapat dengan berakikah, di antaranya:
1.Membebaskan anak dari ketergadaian
2.Pembelaan orang tua di hari kemudian
3.Menghindarkan anak dari musibah dan kehancuran, sebagaimana pengorbanan Nabi Ismail dan Ibrahim 4.Pengungkapan rasa gembira demi tegaknya Islam dan keluarnya keturunan yang di kemudian hari akan memperbanyak umat Nabi Muhammad SAW
5.Memperkuat tali silahturahmi di antara anggota masyarakat dalam menyambut kedatangan anak yang baru lahir
6.Sumber jaminan sosial dan menghapus kemiskinan di masyarakat
7.Melepaskan bayi dari godaan setan dalam urusan dunia dan akhirat.

Syarat Akikah  

AQIQAH DENGAN KAMBING TIDAK SAH AQIQAH KECUALI DENGAN KAMBING 

Telah lewat beberapa hadist yang menerangkan keharusan menyembelih dua ekor kambing untuk laki-laki dan satu ekor kambing untuk perempuan. Ini menandakan keharusan untuk aqiqah dengan kambing. Dalam “Fathul Bari” (9/593) al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah menerangkan : “Para ulama mengambil dalil dari penyebutan syaatun dan kabsyun (kibas, anak domba yang telah muncul gigi gerahamnya) untuk menentukan kambing buat aqiqah.” Menurut beliau : “Tidak sah aqiqah seseorang yang menyembelih selain kambing”. Sebagian ulama berpendapat dibolehkannya aqiqah dengan unta, sapi, dan lain-lain. 

Tetapi pendapat ini lemah karena : 
1. Hadist-hadist shahih yang menunjukkan keharusan aqiqah dengan kambing semuanya shahih, sebagaimana pembahasan sebelumnya. 
2. Hadist-hadist yang mendukung pendapat dibolehkannya aqiqah dengan selain kambing adalah hadist yang talif saqith alias dha’if. 

PERSYARATAN KAMBING AQIQAH TIDAK SAMA DENGAN KAMBING KURBAN [IDUL ADHA] 
Penulis mengambil hujjah ini berdasarkan pendapat dari Imam As-Shan’ani, Imam Syaukani, dan Iman Ibnu Hazm bahwa kambing aqiqah tidak disyaratkan harus mencapai umur tertentu atau harus tidak cacat sebagaimana kambing Idul Adha, meskipun yang lebih utama adalah yang tidak cacat. 

Imam As-Shan’ani dalam kitabnya “Subulus Salam” (4/1428) berkata : "Pada lafadz syaatun (dalam hadist sebelumnya) menunjukkan persyaratan kambing untuk aqiqah tidak sama dengan hewan kurban. 

Adapun orang yang menyamakan persyaratannya, mereka hanya berdalil dengan qiyas.” Imam Syaukhani dalam kitabnya “Nailul Authar” (6/220) berkata : “Sudah jelas bahwa konsekuensi qiyas semacam ini akan menimbulkan suatu hukum bahwa semua penyembelihan hukumnya sunnah, sedang sunnah adalah salah satu bentuk ibadah. 

Dan saya tidak pernah mendengar seorangpun mengatakan samanya persyaratan antara hewan kurban (Idul Adha) dengan pesta-pesta (sembelihan) lainnya. Oleh karena itu, jelaslah bagi kita bahwa tidak ada satupun ulama yang berpendapat dengan qiyas ini sehingga ini merupakan qiyas yang bathil.” Imam Ibnu Hazm dalam kitabnya “Al-Muhalla” (7/523) berkata : “Orang yang melaksanakan aqiqah dengan kambing yang cacat, tetap sah aqiqahnya sekalipun cacatnya termasuk kategori yang dibolehkan dalam kurban Idul Adha ataupun yang tidak dibolehkan. Namun lebih baik (afdhol) kalau kambing itu bebas dari catat.” 

BACAAN KETIKA MENYEMBELIH KAMBING 

Firman Allah Ta'ala : “Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu dan sebutlah nama Allah…” [Al-Maidah : 4] Firman Allah Ta'ala : “Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya, sesungguhnya perbuatan semacam itu adalah suatu kefasikan.” [Al-An’am : 121] 

BOLEH MENGHANCURKAN TULANGNYA [DAGING SEMBELIHAN AQIQAH] SEBAGAIMANA SEMBELIHAN LAINNYA

Inilah kesepekatan para ulama, yakni boleh menghancurkan tulangnya, seperti ditegaskan Imam Malik dalam “Al-Muwaththa” (2/502), karena tidak adanya dalil yang melarang maupun yang menunjukkan makruhnya. Sedang menghancurkan tulang sembelihan sudah menjadi kebiasan disamping ada kebaikannya juga, yaitu bisa diambil manfaat dari sumsum tersebut untuk dimakan. Adapun pendapat yang menyelisihinya berdalil dengan hadist yang dhaif, diantaranya adalah: 
1. Bahwasannya Rasulullah bersabda : “Janganlah kalian menghancurkan tulang sembelihannya.” [Hadist Dhaif, karena mursal terputus sanadnya, Hadits Riwayat Baihaqi (9/304)] 
2. Dari Aisyah dia berkata : “….termasuk sunnah aqiqah yaitu tidak menghancurkan tulang sembelihannya….” [Hadist Dhaif, mungkar dan mudraj, Hadits Riwayat. Hakim (4/283] Kedua hadist diatas tidak boleh dijadikan dalil karena keduanya tidak shahih. [lihat kitab “Al-Muhalla” oleh Ibnu Hazm (7/528-529)].  

Kadar jumlah hewan aqiqah

Kadar akikah yang mencukupi adalah satu ekor baik untuk laki-laki atau pun untuk perempuan, sebagaimana perkataan Ibnu Abbas rahimahulloh: “Sesungguh-nya nabi S.A.W mengakikahi Hasan dan Husain satu domba satu domba.” (Hadis shahih riwayat Abu Dawud dan Ibnu Al Jarud) Ini adalah kadar cukup dan boleh, namun yang lebih utama adalah mengakikahi anak laki-laki dengan dua ekor, ini berdasarkan hadis-hadis berikut ini: Ummu Kurz Al Ka’biyyah berkata, yang artinya: “Nabi S.A.W memerintahkan agar dsembelihkan akikah dari anak laki-laki dua ekor domba dan dari anak perempuan satu ekor.” (Hadis sanadnya shahih riwayat Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan) 

Dari Aisyah Radhiallaahu anha berkata, yang artinya: “Nabi S.A.W memerintahkan mereka agar disembelihkan akikah dari anak laki-laki dua ekor domba yang sepadan dan dari anak perempuan satu ekor.” (Shahih riwayat At Tirmidzi) dan karena kebahagian dengan mendapatkan anak laki-laki adalah berlipat dari dilahirkannya anak perempuan, dan dikarenakan laki-laki adalah dua kali lipat wanita dalam banyak hal.  

Waktu Pelaksanaan 

Pelaksanaan akikah disunnahkan pada hari yang ketujuh dari kelahiran, ini berdasarkan sabda Nabi 'S.A.W, yang artinya: “Setiap anak itu tergadai dengan hewan akikahnya, disembelih darinya pada hari ke tujuh, dan dia dicukur, dan diberi nama.” (Hadits riwayat Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan, dan dishahihkan oleh At Tirmidzi) dan bila tidak bisa melaksanakannya pada hari ketujuh, maka bisa dilaksanakan pada hari ke empat belas, dan bila tidak bisa, maka pada hari ke dua puluh satu, ini berdasarkan hadis Abdullah Ibnu Buraidah dari ayahnya dari Nabi S.A.W', dia berkata yang artinya: “Hewan akikah itu disembelih pada hari ketujuh, keempatbelas, dan keduapuluhsatu.” (Hadis hasan riwayat Al Baihaqiy) 

Namun setelah tiga minggu masih tidak mampu maka kapan saja pelaksanaannya di kala sudah mampu, karena pelaksanaan pada hari-hari ke tujuh, ke empat belas dan ke dua puluh satu adalah sifatnya sunah dan paling utama bukan wajib, dan boleh juga melaksanakannya sebelum hari ke tujuh[7]. 

Bayi yang meninggal dunia sebelum hari ketujuh disunnahkan juga untuk disembelihkan akikahnya, bahkan meskipun bayi yang keguguran dengan syarat sudah berusia empat bulan di dalam kandungan ibunya. Akikah adalah syari’at yang ditekan kepada ayah si bayi. Namun bila seseorang yang belum di sembelihkan hewan akikah oleh orang tuanya hingga ia besar, maka dia bisa menyembelih akikah dari dirinya sendiri, Syaikh Shalih Al Fauzan berkata: "...dan bila tidak diakikahi oleh ayahnya kemudian dia mengakikahi dirinya sendiri maka hal itu tidak apa-apa."  

Pembagian daging akikah 

Adapun dagingnya maka dia (orang tua anak) bisa memakannya, menghadiahkan sebagian dagingnya, dan mensedekahkan sebagian lagi. Syaikh Utsaimin berkata: "...dan tidak apa-apa dia mensedekahkan darinya dan mengumpulkan kerabat dan tetangga untuk menyantap makanan dari kambing akikah yang sudah matang. Syaikh Jibrin berkata: Sunahnya dia memakan sepertiganya, menghadiahkan sepertiganya kepada sahabat-sahabatnya, dan mensedekahkan sepertiga lagi kepada kaum muslimin, dan boleh mengundang teman-teman dan kerabat untuk menyantapnya, atau boleh juga dia mensedekahkan semuanya. Syaikh Ibnu Bazz berkata: "...dan engkau bebas memilih antara mensedekahkan seluruhnya atau sebagiannya dan memasaknya kemudian mengundang orang yang engkau lihat pantas diundang dari kalangan kerabat, tetangga, teman-teman seiman dan sebagian orang faqir untuk menyantapnya, dan hal serupa dikatakan oleh Ulama-ulama yang terhimpun di dalam Al lajnah Ad Daimah.".
Aqiqah
aqiqah di sragen aqiqah di sukoharjo aqiqah di solo aqiqah di semarang aqiqah di wonogiri aqiqah di karanganyar aqiqah di salatiga aqiqah di magetan aqiqah di purwodadi aqiqah di boyolali aqiqah di kendal aqiqah di jogja aqiqah di klaten aqiqah di delanggu aqiqah di sleman aqiqah di bantul

Tidak ada komentar:

Posting Komentar