Jumat, 29 Mei 2015

Bahagia Dengan Hadirnya Si Buah Hati

(Al-Ustadz Abu Ibrahim Abdullah Al-Jakarty)
Akhirnya hari yang dinanti tiba, suara tangisan pertamanya memecahkan suasana penantianku akan kehadirannya. Sebuah nikmat lagi yang Allah berikan kepadaku. Di mana Allah Subhaanahu wata’aala berfirman :
يَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ الذُّكُورَ
“Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki.” (Qs. Asy-Syuura : 49-50)
Aku sadar ada tuntunan dalam agama kita yang harus diperhatikan yang terkait dengan anak yang baru dilahirkan. Seperti yang disebutkan berikut ini :

Pertama : Mentahniknya (melakukan tahnik kepada bayi yang baru lahir).
Di antara perkara yang disyariatkan terhadap bayi yang baru lahir adalah mentahniknya. Hal ini sebagaimana dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Musa, ia berkata:
وُلِدَ لِي غُلاَمٌ فَأَتَيْتُ بِهِ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَسَمَّاهُ إِبْرَاهِيمَ فَحَنَّكَهُ بِتَمْرَةٍ وَدَعَا لَهُ بِالْبَرَكَةِ وَدَفَعَهُ إِلَيَّ
“Aku dikaruniai seorang anak, aku datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu Beliau memberi nama Ibrahim, kemudian mentahniknya (menggosok-gosokan langit-langit mulut bayi –ed) dengan kurma dan mendoakan keberkahan kepadanya dan mengembalikannya kepadaku.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Tahnik adalah melunakkan kurma dengan cara dikunyah-kunyah, kemudian digosokkan ke langit-langit mulut bayi/anak setelah lahir atau beberapa saat setelah lahir. Caranya dengan meletakkan sedikit kurma yang telah dilembutkan di jari tangan, lalu masukkan ke dalam rongga mulut anak kemudian degerakkan ke kanan dan ke kiri.

Kedua : Memberi nama dengan nama yang baik.
Memberi nama dilakukan pada hari ke tujuh dari hari kelahirannya, di mana Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
كُلُّ غُلاَمٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ ، تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ ، وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ ، وَيُسَمَّى
“Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya disembelihkan (kambing) pada hari ke tujuh, diberi nama dan dicukur rambutnya.” (HR. Abu Daud, at-Tirmidzi, an-Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad dari Samurah dan dishahihkan oleh syaikh al-Albani dalam Irwa’ no. 1165)
Atau bisa juga pada hari kelahirannya atau sebelum hari ke tujuh dari kelahirannya. Hal ini berdasarkan hadits di antaranya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
وُلِدَ لِىَ اللَّيْلَةَ غُلاَمٌ فَسَمَّيْتُهُ بِاسْمِ أَبِى إِبْرَاهِيمَ
“Telah lahir anakku pada malam ini, aku memberinya nama dengan nama bapakku Ibrahim.” (HR. Muslim)
Hendaklah orang tua memberi nama anaknya dengan nama-nama Islami, nama-nama yang baik. Seperti nama Abdullah atau Abdurrahman. Ini adalah nama yang paling disukai Allah Ta’aala, berdasarkan sebuah hadits di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إِنَّ أَحَبَّ أَسْمَائِكُمْ إِلَى اللَّهِ عَبْدُ اللَّهِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ
“Sesungguhnya nama kalian yang paling Allah cintai adalah Abdullah dan Abdurrahman.” (HR. Muslim)
Lalu yang selanjutnya nama-nama yang menghambakan kepada Allah dengan nama-nama-Nya yang lain selain dari kedua nama di atas. Seperti Abdul Jabbar, Abdul Wahhab dan yang lainnya.  Setelah itu nama para nabi dan Rasul. Dan urutan berikutnya nama-nama orang-orang shalih bisa dari kalangan shahabat, ulama dan yang lainnya. Umar, Utsman, Ali, Anas, Muawiyah atau yang lainnya. Adapun untuk nama perempuan seperti Khadijah, Aisyah, Fatimah, Asma’, Hafshah dan yang lainnya.

Ketiga: Melaksanakan aqiqah.
Melaksanakan aqiqah hukumnya wajib menurut pendapat yang lebih kuat Insya Allah, hal ini berdasarkan sebuah hadits di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
كُلُّ غُلاَمٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ ، تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ ، وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ ، وَيُسَمَّى
“Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya disembelihkan (kambing) pada hari ke tujuh, diberi nama dan dicukur rambutnya.” (HR. Abu Daud, at-Tirmidzi, an-Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad dari Samurah dan dishahihkan oleh syaikh al-Albani dalam Irwa’:1165)
Adapun waktu pelaksanaannya pada hari ke tujuh dari kelahiran anak. Selama ada kemampuan melakukannya pada hari ke tujuh, maka diusahakan untuk melakukannya, tetapi jika tidak ada kemampuan pada hari ke tujuh maka boleh setelahnya.
Untuk anak laki-laki dua ekor kambing dan untuk anak perempuan satu ekor kambing. Hal ini sebagaimana  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
عَنِ الْغُلاَمِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ وَعَنِ الْجَارِيَةِ شَاةٌ
“Untuk anak laki-laki dua ekor kambing dan untuk anak perempuan satu ekor kambing.” (HR. Abu Dawud, an-Nasa’i, Ahmad dan dishahihkan oleh syaikh al-Albani dalam Irwa’ : 1166)
Keempat: Mencukur rambut anak yang dilahirkan.
Hal ini sebagaimana hadits yang telah disebutkan di atas, dan juga dalam hadits yang lain di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
رَأْسَهُ ثُمَّ َتَصَدَّقِي بِوَزْنِ شَعْرِهِ مِنْ فِضَّةٍ عَلَى الْمَسَاكِينِ
“Cukurlah rambut kepalanya dan bersedekahlah dengan perak seberat timbangan rambutnya untuk orang miskin.” (HR. Ahmad no. 27183 dan dihasankan oleh syaikh al-Albani di Irwa’ no. 1175)
Kelima: Dikhitan (disunat).
Di antara perkara yang disyariatkan terhadap anak yang dilahirkan adalah dikhitan. Baik anak laki-laki ataupun perempuan.
الْفِطْرَةُ خَمْسٌ الْخِتَانُ وَالاِسْتِحْدَادُ وَنَتْفُ الإِبْطِ وَقَصُّ الشَّارِبِ
“Fitrah adalah lima -atau lima hal termasuk dari fitrah- khitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, menggunting kuku, dan menggunting kumis.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Sedangkan waktu berkhitan, maka disunnahkan pada hari ke tujuh dari kelahiran anak, dan boleh hari sebelum dan sesudahnya sampai usia baligh. Apabila sudah mendekati usia baligh hukumnya wajib untuk dikhitan.
Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang bersyukur atas nikmat-nikmat yang Allah berikan, termasuk nikmat dikaruniai anak.
Sumber: http://inginbelajarislam.wordpress.com

Related post
Situs kami lainnya di : kain batik modern.

Aqiqah di Luar Daerah

Apakah hewan aqiqah boleh disembelih di luar daerah/kota tempat si anak dilahirkan?, karena di tempat kelahirannya tidak didapatkan orang-orang fakir yang membutuhkan daging, sementara di tempat lain ada orang-orang yang berhak mendapatkan sedekah? Ataukah tidak disyaratkan daging sembelihan aqiqah harus disedekahkan kepada fuqara?



Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Shalih Al-Fauzan hafizhahullah menjawab:
“Tempat penyembelihan aqiqah tidaklah harus di tempat khusus, boleh disembelih di daerah/negeri kelahiran si anak, boleh pula di luar tanah kelahirannya. karena penyembelihan aqiqah ini merupakan amalan qurbah (pendekatan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala) dan ketaatan yang tidak dikhususkan tempatnya.
Tentang hewan aqiqah yang telah disembelih, maka hukumnya sama dengan hukum sembelihan kurban (Idul Adha) yaitu disenangi bagi yang mengaqiqahi untuk ikut memakannya, menyedekahkan beberapa bagian dari sembelihan tersebut dan juga dihadiahkan kepada tetangga dan teman-temannya.” (Majmu‘ Fatawa Syaikh Shalih Al-Fauzan, 2/572)

Sumber :  http://www.darussalaf.or.id/fatwa-ulama-tanya-jawab/aqiqah-di-luar-daerah/
Related post
Aqiqah jogja

Maksud Anak Tergadai Dalam Hadits Aqiqah ?

MAKSUD ANAK TERGADAI DALAM HADITS AQIQAH ?



Pertanyaan
Ada yang mengatakan bahwa Imam Ahmad memaknai hadits “setiap anak tergadai dengan aqiqah”, tidak dapat memberikan syafa’at. Apakah benar nukilan ini dari beliau? Kalau benar, apakah pengertiannya? Apakah ada hadits yang menafsirkan dengan pengertian itu atau itu hanya ijtihad dari Imam Ahmad semata?


Jawaban
Hadits yang dimaksud adalah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّيكُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تَذْ بَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى

“Setiap bayi tergadai dengan aqiqahnya, disembelihkan (kambing) untuknya pada hari ke tujuh, dicukur dan diberi nama” [HR Abu awud, no. 2838, at-Tirmidzi no. 1522, Ibnu Majah no. 3165 dll dari sahabat Samurah bin Jundub Radhiyallahu anhu. Hadits ini dishahihkan oleh al-Hakim dan disetujui oleh adz-Dzahabi, Syaikh al-Albani dan Syaikh Abu Ishaq al-Huwaini dalam kitab al-Insyirah Fi Adabin Nikah hlm. 97]

Pertanyaan-pertanyaan saudara akan kami jawab sebagai brikut :

a). Memang benar ada nukilan tersebut. Al-Khaththabi rahimahullah berkata : “(Imam) Ahmad berkata, Ini mengenai syafaat. Beliau menghendaki bahwa jika si anak tidak diaqiqahi, lalu anak itu meninggal waktu kecil, dia tidak bisa memberikan syafa’at bagi kedua orang tuanya” [Ma’alimus Sunan 4/264-265, Syarhus Sunnah 11/268]

b). Sepengetahuan kami tidak ada hadits yang menafsirkannya dengan ‘tidak mendapatkan syafa’at’, oleh karena itu para ulama berbeda pendapat tentang maknanya.

c). Tampaknya, itu bukan ijtihad Imam Ahmad rahimahullah, akan tetapi beliau mengambil dari penjelasan Ulama sebelumnya. Karena makna ini juga merupakan penjelasan Imam Atha al-Khurasani, seorang Ulama besar dari generasi Tabi’in. Imam al-Baihaqi rahimahullah meriwayatkan dari Yahya bin Hamzah yang mengatakan, “Aku bertanya kepada Atha al-Khurasani, apakah makna ‘tergadai dengan aqiqahnya’, beliau menjawab, ‘Terhalangi syafa’at anaknya’. [Sunan al-Kubro 9/299]

d). Imam Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa makna tersebut tidak tepat. Beliau berkata, “Makna tertahan/tergadai (dalam hadits aqiqah) ini masih diperselisihkan. Sejumlah orang mengatakan, maknanya tertahan/tergadai dari syafa’at untuk kedua orag tuanya. Hal itu dikatakan oleh Atha dan diikuti oleh Imam Ahmad. Pendapat tersebut perlu dikoreksi, karena syafa’at anak untuk bapak tidak lebih utama dari sebaliknya. Sedangkan keadaannya sebagai bapak tidaklah berhak memberikan syafa’at untuk anak, demikian juga semua kerabat.

Allah Azza wa Jalla berfirman.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ وَاخْشَوْا يَوْمًا لَا يَجْزِي وَالِدٌ عَنْ وَلَدِهِ وَلَا مَوْلُودٌ هُوَ جَازٍ عَنْ وَالِدِهِ شَيْئًا

Hai manusia, bertakwalah kepada Rabbmu dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikitpun. [Luqman/31 : 33]

Allah Azza wa Jalla juga berfirman.

وَاتَّقُوا يَوْمًا لَا تَجْزِي نَفْسٌ عَنْ نَفْسٍ شَيْئًا وَلَا يُقْبَلُ مِنْهَا شَفَاعَةٌ

Dan jagalah dirimu dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun; dan (begitu pula) tidak diterima syafa'at. [al-Baqarah/2 : 48]

Allah Azza wa Jalla berfirman.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ وَلَا شَفَاعَةٌ

Wahai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa'at. [al-Baqarah/2 : 254]

Maka pada hari Kiamat, siapa saja tidak bisa memberikan syafa’at kepada seorangpun kecuali setelah Allah Azza wa Jalla memberikan izin bagi orang yang dikehendaki dan diridhai oleh-Nya. Dan izin Allah Azza wa Jalla itu tergantung kepada amalan orang yang dimintakan syafa’at, yaitu amalan tauhidnya dan keikhlasannya. Juga (tergantung) kepada kedekatan dan kedudukan pemohon syafa’at di sisi Allah Azza wa Jalla. Syafa’at tidak diperoleh dengan sebab kekerabatan, keadaan sebagai anak dan bapak.

Penghulu seluruh pemohon syafa’at dan orang yang paling terkemuka di hadapan Allah Azza wa Jalla (yaitu Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam) pernah berkata kepada paman, bibi, dan putrinya :

لاَأُغْنِي عَنْكُم مِنْ اللَّهِ شَيْئًا

Aku tidak dapat menolak (siksaan) dari Allah terhadap kamu sedikit pun

Di dalam riwayat lain.

لاَأمْلِكُ لَكُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا

Aku tidak menguasai kebaikan sedikitpun dari Allah untuk kamu

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga berkata dalam syafa’at yang paling besar ketika beliau bersujud di hadapan Rabbnya dan memohonkan syafa’at : ‘Kemudian Allah menetapkan batas untukku, lalu aku memasukkan mereka ke dalam surga’.

Atas dasar itu, syafa’at beliau hanya dalam batas orang-orang yang telah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla dan syafa’at beliau tidak untuk selain mereka yang telah ditentukan.

Maka bagaimana dikatakan bahwa anak akan memohonkan syafa’at untuk bapaknya, namun jika bapaknya tidak melakukan aqiqahnya, maka anak itu ditahan dari memohonkan syafa’at untuk bapaknya?

Demikian juga orang yang memohonkan syafa’at untuk orang lain tidak disebut ‘tergadai’, lafazh itu itu tidak menunjukkan demikian. Sedangkan Allah Azza wa Jalla telah memberitakan bahwa seorang hamba itu tergadai dengan usahanya, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla.

كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ

Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya. [al-Muddatsir/74 : 38]

Allah Azza wa Jalla berfirman.

أُولَٰئِكَ الَّذِينَ أُبْسِلُوا بِمَا كَسَبُوا

Mereka itulah orang-orang yang dijerumuskan ke dalam neraka disebabkan perbuatan mereka sendiri. [al-An’am/6 : 70]

Maka orang yang tergadai adalah orang yang tertahan, kemungkinan disebabkan oleh perbuatannya sendiri atau perbuatan orang lain. Adapun orang yang tidak memohonkan syafa’at untuk orang lain tidak disebut ‘tergadai’ sama sekali. Bahkan orang yang tergadai adalah orang yang tertahan dari urusan yang akan dia raih, namun hal itu tidak harus terjadi dengan sebab darinya, bahkan hal itu terjadi terkadang disebabkan oleh perbuatannya sendiri atau perbuatan orang lain. Dan Allah Azza wa Jalla telah menjadikan aqiqah terhadap anak sebagai sebab pembebasan gadainya dari setan yang telah berusaha mengganggunya semenjak kelahirannya ke dunia dengan mencubit pinggangnya. Maka aqiqah menjadi tebusan dan pembebas si anak dari tahanan setan terhadapnya, dari pemenjaraan setan di dalam tawanannya, dari halangan setan terhadapnya untuk meraih kebaikan-kebaikan akhiratnya yang merupakan tempat kembalinya. Maka seolah-olah si anak ditahan karena setan menyembelihnya (memenjarakannya) dengan pisau (senjata) yang telah disiapkan setan untuk para pengikutnya dan para walinya.

Setan telah bersumpah kepada Rabbnya bahwa dia akan menghancurkan keturunan Adam kecuali sedikit di antara mereka. Maka setan selalu berada di tempat pengintaian terhadap si anak yang dilahirkan itu semenjak keluar di dunia. Sewaktu si anak lahir, musuhnya (setan) bersegera mendatanginya dan menggabungkannya kepadanya, berusaha menjadikannya dalam genggamannya dan pemahamannya serta dijadikan rombongan pengikut dan tentaranya.

Setan sangat bersemangat melakukan ini. Dan mayoritas anak-anak yang dilahirkan termasuk dari bagian dan tentara setan. Sehingga si anak berada dalam gadai ini. Maka Allah Azza wa Jalla mensyariatkan bagi kedua orang tuanya untuk melepaskan gadainya dengan sembelihan yang menjadi tebusannya. Jika orang tua belum menyembelih untuknya, si anak masih tergadai dengannya. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

اَلْغُلاَمُ مُرْنَهَنٌ بِعَقِيْقَتِهِ، فَأَرِيْقُوْا عَنْهُ الدَّمَ وَأَمِيطُواعَنْهُ الأَذَى

Seorang bayi tergadai dengan aqiqahnya, maka alirkan darah (sembelihan aqiqah) untuknya dan singkirkan kotoran (cukurlah rambutnya) darinya. [1]

Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mengalirkan darah (menyembelih aqiqah) untuknya (si anak) yang membebaskannya dari gadai, jika gadai itu berkaitan dengan kedua orang tua, niscaya beliau bersabda :’Maka alirkan darah untuk kamu agar syafa’at anak-anak kamu sampai kepada kamu’. Ketika kita diperintahkan dengan menghilangkan kotoran yang nampak darinya (si anak dengan mencukur rambutnya) dan dengan mengalirkan darah yang meghilangkan kotoran batin dengan tergadainya si anak, maka diketahui bahwa itu untuk membebaskan anak dari kotoran batin dan lahir. Allah Azza wa Jalla lebih mengetahui maksud-Nya dan maksud Rasul-Nya’.

(Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud, hlm. 48-49, karya Ibnul Qayyim, Tahqiq : Basyir Muhammad Uyun, Penerbit Darul Bayaan dan Maktabah al-Muayyad cet. 4, Th 14141H/1994M)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XIV/1432H/2011M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Hadits yang disebutkan Imam Ibnul Qayyim rahimahullah ini kami dapati dengan lafazh :

مَعَ الْغُلاَمِ عَقِيٌَةٌ، فَأَهْرِيْقُوا عَنْهُ دَمًا وَأَمِيْطُوا عَنْهُ الأَذَى

Bersama seorang bayi ada aqiqah, maka alirkan darah (yaitu, sembelihan aqiqah) untuknya dan singkirkan kotoran (yaitu cukurlah rambutnya) darinya. [HR Bukhari secara mu’allaq dan diwashalkan oleh Thahawi, juga riwayat Abu Dawud, 2839, Tirmidzi no. 1515]

Related post
Aqiqah purwodadi

Minggu, 24 Mei 2015

Apakah sah aqiqah kambing harga murah ( Rp 750.000 ) ?

Solehaqiqah akan membahas tentang " Apakah sah aqiqah kambing harga murah ( Rp 750.000 ) ?". Mengapa kami membahasnya?, Karena banyak  konsumen dari jasa layanan aqiqah kambing di tempat kami yang menanyakan detail tentang dalil-dalil nya. Solehaqiqah sebagai perusahaan dibidang layanan aqiqah berusaha membantu ibadah aqiqah dengan syar'i, bukan sekedar mencari keuntungan. Kalau dilihat dari segi ekonomis, harga aqiqah Rp 750.000 sungguh menguntungkan konsumen. Dari pihak penyedia jasa layanan aqiqah seperti kami harus menyediakan harga kambing Rp 450.000, Jadi biaya pemotongan, memasak , pengiriman dan lain-lain diberikan budget Rp 300.000. Sebagaimana yang tertera dalam brosur kami :

Berikut rincian tentang biaya paket hemat yang kami sediakan Spesial untuk Aqiqah Jogja : 
 1. Harga kambing Aqiqah Rp 450.000
2. Penyembelihan dan pemotongan sehingga terpisah antara daging, balungan, kepala, kaki dll Rp 100.000
3. Memasak menjadi sate, gulai, dan tengkleng. Atau gulai semua. Atau tengkleng Semua Rp 100.000
4. Pengiriman sesuai Alamat keinginan Anda Rp 50.000
5. Lain-lain Seperti dokumentasi, sertifikat dan lembar profil sang buah hati anda. Rp 50.000

               Memang kambing seharga Rp. 450.000 terbilang kecil, tapi tetap kami laksanakan dan syar'i. Paket ini cocok buat anda yang ingin melaksanakan ibadah aqiqah untuk sang buah hati dengan hemat. Terasa lega bisa melaksanakan aqiqah yang syar'i dengan hemat, terlebih buat anda yang mendapat karunia anak laki-laki. Karena anak laki-laki dianjurkan dengan 2 ekor kambing. Sehingga dengan paket hemat tersebut tidak memberatkan buat anda yang ingin melaksanakan aqiqah.  


Kami bilang syar'i disebabkan ada oknum - oknum penyedia jasa layanan aqiqah yang menyediakan paket murah tapi tidak berupa kambing . Hanya dengan masakan atau membeli daging seharga Rp. 450.000,- bukan kambing seharga Rp. 450.000,- sehingga tidak sah  aqiqah tersebut( STOP PENIPUAN AQIQAH ). Untuk itu kami mengajak Anda melihat sendiri penyembelihan kambing aqiqah ditempat kami atau bila anda tidak sempat melihat, kami akan mendokumentasikan penyembelihan kambing aqiqah untuk anda.

Kebanyakan konsumen berpendapat bahwa kambing aqiqah syaratnya sama dengan kambing qurban. Dan ini sudah seperti menjadi tradisi , sehingga kami berusaha meluruskan sesuai sepengetahuan kami dari sunnah. Berusaha memberikan pelayanan aqiqah yang berkualitas dan syar'i. Berikut kami nukilkan dari http://almanhaj.or.id/content/856/slash/0/ahkamul-aqiqah/    tentang beda syarat kambing aqiqah dan kambing qurban   :


PERSYARATAN KAMBING AQIQAH TIDAK SAMA DENGAN KAMBING KURBAN [IDUL ADHA]
Penulis mengambil hujjah ini berdasarkan pendapat dari Imam As-Shan’ani, Imam Syaukani, dan Iman Ibnu Hazm bahwa kambing aqiqah tidak disyaratkan harus mencapai umur tertentu atau harus tidak cacat sebagaimana kambing Idul Adha, meskipun yang lebih utama adalah yang tidak cacat.

Imam As-Shan’ani dalam kitabnya “Subulus Salam” (4/1428) berkata : "Pada lafadz syaatun (dalam hadist sebelumnya) menunjukkan persyaratan kambing untuk aqiqah tidak sama dengan hewan kurban. Adapun orang yang menyamakan persyaratannya, mereka hanya berdalil dengan qiyas.”

Imam Syaukhani dalam kitabnya “Nailul Authar” (6/220) berkata : “Sudah jelas bahwa konsekuensi qiyas semacam ini akan menimbulkan suatu hukum bahwa semua penyembelihan hukumnya sunnah, sedang sunnah adalah salah satu bentuk ibadah. Dan saya tidak pernah mendengar seorangpun mengatakan samanya persyaratan antara hewan kurban (Idul Adha) dengan pesta-pesta (sembelihan) lainnya. Oleh karena itu, jelaslah bagi kita bahwa tidak ada satupun ulama yang berpendapat dengan qiyas ini sehingga ini merupakan qiyas yang bathil.”

Imam Ibnu Hazm dalam kitabnya “Al-Muhalla” (7/523) berkata : “Orang yang melaksanakan aqiqah dengan kambing yang cacat, tetap sah aqiqahnya sekalipun cacatnya termasuk kategori yang dibolehkan dalam kurban Idul Adha ataupun yang tidak dibolehkan. Namun lebih baik (afdhol) kalau kambing itu bebas dari catat.”


Sehingga "Apakah sah aqiqah kambing harga murah?" , menurut kami sah.

Menurut Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, aqiqah yaitu sembelihan dengan niat mendekatkan diri kepada Allah dan sebagai ungkapan rasa syukur atas nikmat diberi anak.

Demikian yang bisa kami sampaikan. Semoga bisa bermanfaat.....Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.



Related post :
Aqiqah solo
Aqiqah jogja
Aqiqah semarang

Situs kami lainnya di : kain batik modern.